
by Tim Akademi Keuangan
Pernah nggak kamu merasa usahamu rame banget, tapi dompet tetap kempes terus? Setiap hari ada order masuk, pelanggan antri, tapi saldo rekening nggak pernah ngangkat. Kayak kerja buat orang lain padahal bisnis sendiri. Nah, masalahnya bukan di produk, bukan di promosi, dan bukan di harga. Bisa jadi kamu gak pernah ngerti satu hal paling penting dalam bisnis: arus kas alias cash flow. Tanpa cash flow yang jelas, usaha kamu kayak ember bocor — airnya terus diisi tapi nggak pernah penuh karena netes terus. Ini bukan soal jadi akuntan, tapi soal ngerti alur masuk-keluar uang secara sederhana, supaya kamu tahu kapan bisa belanja, kapan harus ngerem, dan kapan waktunya ngambil untung tanpa ngebunuh usaha sendiri.
Mayoritas pengusaha kecil di Indonesia gak punya sistem pencatatan arus kas. Menurut survei dari Bank Indonesia tahun 2023, hanya 30% UMKM yang melakukan pencatatan keuangan harian, dan lebih dari 60% masih mengandalkan ingatan pribadi atau “feeling.” Akibatnya? Mereka gak tahu pasti berapa yang masuk dan berapa yang keluar tiap hari. Akumulasi dari kebiasaan kecil ini bikin pemilik usaha kelabakan saat uang mendadak habis padahal gak merasa beli apa-apa. Ini bukan sekadar kelalaian, tapi kegagalan membangun sistem kontrol internal.
Masalah makin besar kalau kamu punya banyak jenis transaksi: ada yang tunai, ada yang transfer, ada yang lewat e-wallet. Semuanya nyampur, dan kamu sendiri bingung harus mulai dari mana. Ketika ditanya, “bulan lalu omzet berapa?” jawabannya cuma, “kayaknya sekitar 20 jutaan deh…” Sayangnya, dalam dunia usaha, “kayaknya” itu gak bisa jadi dasar keputusan. Apalagi kalau kamu mau berkembang dan kerjasama sama mitra atau investor — mereka butuh angka, bukan kira-kira.
Kesalahan umum lainnya adalah menganggap cash flow itu rumit, padahal gak harus. Banyak orang takut sama istilah “laporan keuangan,” padahal kamu bisa mulai dengan catatan sederhana: hari ini uang masuk berapa, uang keluar buat apa. Gak perlu langsung pakai software akuntansi mahal. Bahkan pakai buku tulis anak SD pun bisa, asalkan kamu konsisten. Masalahnya bukan alatnya, tapi habit-nya.
Dan tanpa pengecekan cash flow, kamu gak bisa tahu apakah bisnismu benar-benar sehat. Banyak usaha yang terlihat hidup dari luar ternyata hidupnya cuma dari utang. Omzet besar, tapi cash flow negatif — artinya kamu terus-terusan nombok buat nutup operasional. Ini kaya kamu jualan nasi padang tapi harus pinjam ke warteg buat beli rendang besok. Gak sustainable. Itulah kenapa arus kas bukan sekadar pencatatan, tapi cermin dari napas hidup bisnismu.
Jadi untuk membenahi keadaan ini, kita akan lakukan 6 step. Langkah pertama yang wajib kamu lakukan adalah memisahkan uang masuk dan uang keluar setiap hari secara manual. Ambil satu buku catatan atau spreadsheet Google Sheet, lalu bikin dua kolom: “Uang Masuk” dan “Uang Keluar.” Setiap kali ada transaksi — baik itu penjualan, pembelian bahan, bayar listrik, atau top up e-wallet — langsung catat. Jangan tunggu malam, jangan tunggu akhir bulan. Biasakan nyatet real-time atau maksimal hari itu juga. Ini kebiasaan sederhana tapi jadi fondasi cash flow yang sehat.
Langkah kedua, kelompokkan transaksi berdasarkan jenisnya. Misalnya: pemasukan dari penjualan langsung, pemasukan dari transfer pelanggan, pengeluaran operasional harian, pengeluaran gaji, pengeluaran belanja stok, dan pengeluaran tak terduga. Dengan begini kamu bisa lihat: mana biaya rutin, mana pengeluaran boros yang bisa dikurangi. Banyak pengusaha kaget pas lihat catatan sendiri — ternyata ongkos makan siang karyawan lebih besar dari biaya bahan baku.
Langkah ketiga, buat ringkasan mingguan dan bulanan. Setiap minggu, jumlahkan total uang masuk dan uang keluar. Kalau selisihnya positif, artinya kamu punya cash surplus. Kalau negatif, itu alarm bahaya: bisa jadi kamu belanja lebih banyak dari yang kamu hasilkan. Laporan mingguan ini penting banget buat tahu kapan kamu perlu hemat, dan kapan bisa ekspansi. Jangan nunggu akhir tahun baru bikin rekap keuangan. Terlambat.
Langkah keempat, pisahkan juga antara kas tunai dan non-tunai. Banyak pengusaha cuma lihat uang di laci atau dompet, padahal 70% uangnya ada di rekening. Ada juga sebaliknya: merasa kaya karena saldo ShopeePay tinggi, padahal utang supplier belum dibayar. Catatan cash flow yang baik harus bisa mencerminkan dua-duanya. Kalau perlu, buat sub-kolom: tunai, rekening, dan e-wallet.
Langkah kelima, gunakan aplikasi sederhana jika kamu cocok dengan digital. Banyak aplikasi gratis seperti BukuWarung, AkuntansiUKM, atau bahkan Notes bawaan HP bisa dimanfaatkan. Tapi ingat: aplikasi hanyalah alat bantu. Yang bikin sistem berjalan adalah konsistensi kamu sebagai owner. Jangan buru-buru cari tools canggih kalau kamu belum bisa komit catat uang masuk keluar secara jujur dan rutin.
Langkah terakhir, jadikan cash flow ini sebagai bagian dari ritual harian. Sama seperti kamu buka toko tiap pagi, atau cek stok barang, catat cash flow juga harus jadi rutinitas. Ajak pasangan, karyawan, atau partner untuk ikut bantu catat. Biar jadi budaya usaha yang sehat, bukan sekadar laporan musiman. Sekali kamu terbiasa, kamu akan merasa pegang kendali penuh atas bisnismu — gak ada lagi drama “kok uangnya abis ya?”
Cash flow bukanlah sesuatu yang mewah atau ribet. Ini kebutuhan pokok dalam bisnis, seperti oksigen bagi manusia. Tanpa cash flow yang jelas, kamu gak akan bisa mengambil keputusan strategis, memperluas usaha, atau bahkan sekadar memastikan bahwa usahamu masih hidup minggu depan. Jangan tunggu bisnismu besar dulu baru catat keuangan. Justru dengan catatan sederhana sejak kecil, kamu bisa membesarkan usaha dengan dasar yang kokoh. Jangan sampai usahamu sukses di luar tapi sekarat di dalam hanya karena kamu gak tahu uangmu larinya ke mana.
Hari ini juga, ambil satu buku kosong atau buka spreadsheet baru. Buat tabel sederhana dan mulai catat setiap transaksi usaha kamu selama 7 hari ke depan. Di akhir minggu, lihat datanya: berapa total uang masuk? ke mana saja uang keluar? Lalu evaluasi, potong yang gak penting, dan perbaiki pola belanjamu. Percayalah, dengan langkah sekecil ini, kamu sedang menyelamatkan bisnis kamu dari lubang tak terlihat. Yuk, mulai dari sekarang.
Disclaimer: Not Your Financial Advice. Do Your Own Research.