
by Tim Akademi Keuangan
Bayangkan kamu punya bisnis yang lagi jalan lumayan lancar. Orderan masuk, pelanggan bertambah, dan cash flow mulai positif. Lalu muncul pertanyaan klasik: “Mending duit sisa keuntungan ini diputar lagi buat kembangin bisnis, atau diversifikasi ke investasi lain seperti reksa dana dan saham?” Pertanyaan ini bikin banyak pengusaha bimbang, karena keduanya sama-sama punya potensi, tapi juga risiko. Pilihan ini ibarat persimpangan jalan: satu arah bisa mempercepat pertumbuhan bisnis, arah lainnya bisa memberi sumber pendapatan tambahan di luar usaha utama. Tapi, kalau salah langkah, kamu bisa kehilangan momentum atau malah nyangkut modal di instrumen yang nggak cocok.
Sebelum memutuskan, penting banget kita paham apa yang sebenarnya menjadi dilema utama pengusaha saat memilih antara reinvest di bisnis sendiri atau investasi di luar.
Masalah pertama adalah banyak pengusaha merasa investasi terbaik adalah bisnisnya sendiri, tanpa melihat opsi lain. Memang benar, tidak ada yang lebih kamu kuasai selain bisnismu. Tapi kenyataannya, bisnis punya risiko tinggi — kompetitor baru, tren pasar berubah, atau masalah operasional. Kalau semua aset kamu taruh di satu keranjang (bisnis sendiri), maka kalau keranjang itu jatuh, semua ikut hancur. Diversifikasi jadi tidak ada.
Masalah kedua, sebagian pengusaha justru terlalu cepat melirik investasi luar tanpa mengoptimalkan bisnisnya dulu. Mereka tergoda oleh cerita orang sukses di saham atau reksa dana, padahal bisnis inti mereka masih butuh modal untuk tumbuh. Akhirnya, bisnisnya mandek karena kurang modal, sementara investasi luar belum tentu menghasilkan sesuai harapan. Ini sering terjadi karena pengambilan keputusan lebih didorong FOMO dibanding strategi matang.
Masalah ketiga, banyak yang menganggap investasi luar itu pasif dan aman. Padahal, saham dan reksa dana tetap butuh pemahaman, monitoring, dan manajemen risiko. Kalau asal beli karena ikut-ikutan, peluang rugi tetap besar. Data OJK 2024 menunjukkan bahwa dari 11 juta investor pasar modal di Indonesia, mayoritas adalah investor ritel pemula, dan 40% di antaranya mengalami kerugian di tahun pertama karena kurang pengetahuan.
Masalah keempat, tidak sedikit yang memutuskan alokasi investasi tanpa perhitungan yang jelas. Mereka cuma pakai persentase “kira-kira” atau ikut saran teman. Akhirnya, proporsi modal yang salah membuat salah satu sisi (bisnis atau investasi luar) kekurangan dana. Padahal, kunci dari memilih antara bisnis sendiri dan investasi luar adalah menentukan alokasi yang seimbang sesuai kondisi dan tujuan.
Kalau begitu, gimana cara kita menimbang dua opsi ini secara objektif, tanpa bias emosional, dan sesuai dengan kondisi bisnis serta keuangan pribadi?
Pertama, ukur potensi ROI (Return on Investment) bisnis sendiri dibandingkan investasi luar. Kalau bisnismu bisa memberikan ROI 20–30% per tahun secara konsisten, itu jelas mengalahkan rata-rata return reksa dana atau indeks saham yang berkisar 5–12% per tahun. Namun, ROI bisnis yang tinggi biasanya diiringi risiko tinggi, jadi pastikan kamu menghitung juga tingkat kestabilannya.
Kedua, cek kebutuhan modal bisnis saat ini. Kalau bisnis kamu masih di tahap pertumbuhan (growth stage), biasanya modal tambahan bisa langsung menghasilkan peningkatan pendapatan signifikan. Contoh: dengan tambahan Rp50 juta, kamu bisa menambah mesin produksi yang meningkatkan kapasitas 50%. Tapi kalau bisnismu sudah matang dan pertumbuhan mulai melambat, investasi luar bisa jadi cara untuk memanfaatkan dana menganggur.
Ketiga, pahami profil risiko pribadi. Ada pengusaha yang nyaman “all in” di bisnis sendiri karena yakin dan siap menghadapi naik-turunnya usaha. Ada juga yang lebih nyaman punya pegangan di luar bisnis, seperti portofolio reksa dana atau saham. Profil risiko ini menentukan seberapa banyak porsi dana yang ideal ditempatkan di masing-masing instrumen.
Keempat, gunakan strategi alokasi hybrid. Misalnya, 60% laba bersih untuk reinvest di bisnis, 40% ke investasi luar. Atau sebaliknya, tergantung kebutuhan. Prinsipnya, bisnis tetap jadi sumber utama, tapi kamu juga punya “mesin uang cadangan” di luar usaha. Dengan begitu, kalau bisnis terkena badai, kamu masih punya pelampung.
Kelima, jangan lupa aspek likuiditas. Bisnis kadang butuh dana darurat mendadak untuk stok, gaji, atau maintenance. Kalau semua dana surplus kamu taruh di saham atau properti, bisa-bisa saat butuh cash cepat, kamu harus jual rugi. Pastikan sebagian investasi luar berada di instrumen yang mudah dicairkan, seperti reksa dana pasar uang.
Keenam, evaluasi secara berkala. Dunia bisnis dan pasar investasi selalu berubah. Apa yang optimal hari ini bisa jadi kurang relevan tahun depan. Jadwalkan evaluasi portofolio tiap 6–12 bulan, hitung ulang performa bisnis vs investasi luar, lalu sesuaikan alokasinya. Ini menjaga strategi tetap relevan dengan kondisi terbaru.
Setelah semua pertimbangan ini, keputusan akhirnya akan bergantung pada data bisnismu, tujuan pribadi, dan toleransi risiko. Karena tidak ada jawaban tunggal yang benar untuk semua orang. Ada pengusaha yang sukses karena 100% reinvest di bisnis, ada juga yang selamat dari badai karena punya tabungan di investasi luar. Yang jelas, keputusan harus diambil dengan logika dan angka, bukan perasaan atau ikut-ikutan. Mengetahui kapan harus memutar modal di bisnis dan kapan menaruhnya di luar adalah seni sekaligus sains dalam manajemen keuangan.
Yang paling penting: investasi ke sesuatu yang kita ketahui. Karena, ketika kita tidak investasi ke sesuatu yang kita tahu dan pelajari, itu akan membuat kita gampang sesat. Banyak hal di dunia ini, kita tidak tahu, apa yang terjadi di dalamnya. Sedangkan ketika kita tahu, berarti kita bisa paham prosesnya, dan track mana yang benar dan mana yang salah dalam proses investasi.
Aksi nyatanya: minggu ini, luangkan waktu untuk menghitung ROI bisnis kamu dalam setahun terakhir, lalu bandingkan dengan return rata-rata instrumen investasi luar. Dari situ, tentukan porsi alokasi yang realistis dan buat komitmen untuk mengikutinya selama 6 bulan ke depan sebelum evaluasi ulang. Ingat, tujuan akhirnya adalah membuat uang bekerja untuk kamu, baik di dalam maupun di luar bisnis.
Disclaimer: Not Your Financial Advice. Do Your Own Research.