-
13 Oktober 2025 8:38 am

Salah Pilih Jenis Badan Usaha, Bikin Kantong Usaha Kamu Boncos! Ini bedanya PT dan Pajak Usaha Perseorangan!

Salah Pilih Jenis Badan Usaha, Bikin Kantong Usaha Kamu Boncos! Ini bedanya PT dan Pajak Usaha Perseorangan!
by Tim Akademi Keuangan Disclaimer: Not Your Financial Advice. Do Your Own Research.

Pernah dengar cerita pengusaha yang usahanya jalan terus, tapi uangnya entah ke mana? Awalnya omzet naik, pelanggan makin ramai, tapi lama-lama kok saldo rekening makin tipis dan tagihan pajak malah makin tinggi? Nah, sering kali biang keladinya bukan di strategi jualan, tapi di pemilihan bentuk badan usaha yang salah. Banyak orang asal buka usaha, pakai nama sendiri karena “biar cepat jalan,” tanpa sadar pilihan itu bisa mengubah cara negara memungut pajak dari kamu.

Padahal, salah struktur laporan keuangan bisa bikin kamu bayar pajak dua kali, nggak bisa klaim biaya, atau malah susah dapat investor. Makanya, kalau kamu masih bingung antara mau pakai PT (Perseroan Terbatas) atau usaha perorangan, hati-hati — keputusan ini bisa jadi perbedaan antara bisnis yang bertumbuh sehat atau bisnis yang perlahan bocor tanpa kamu sadari.

Masalah memilih bentuk badan usaha ini sering dianggap sepele oleh pengusaha kecil menengah. Padahal, di balik perbedaan nama “PT” dan “perorangan” ada konsekuensi hukum, pajak, dan reputasi bisnis yang besar. Jadi, mari kita bahas dulu secara logis dan hukum: kenapa salah memilih struktur bisa bikin dompet kamu bocor terus setiap akhir tahun fiskal.

Masalah pertama adalah perbedaan status hukum dan tanggung jawab. Dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, PT dianggap sebagai entitas hukum yang terpisah dari pemiliknya. Artinya, kalau usahamu rugi atau dituntut, harta pribadi kamu tidak ikut disita selama kamu tidak melakukan pelanggaran hukum. Sebaliknya, kalau kamu menjalankan usaha perorangan (seperti toko, jasa, atau freelance tanpa badan hukum), seluruh risiko bisnis bisa langsung menyentuh harta pribadimu. Jadi, kalau ada masalah hukum atau piutang tak terbayar, rumah dan tabungan pribadi bisa ikut jadi korban. Banyak pengusaha baru yang gak sadar soal ini — mereka pikir, “kan cuma bisnis kecil,” tapi lupa bahwa risiko hukum bisa datang kapan saja.

Masalah kedua terletak pada sistem perpajakan yang berbeda. Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang terakhir diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023, pengusaha perorangan dikenai pajak tarif progresif 5%–35%, sedangkan PT kena tarif flat 22% (dengan potongan khusus 11%–12% untuk UMKM sesuai Pasal 31E). Artinya, kalau penghasilan kamu masih kecil (di bawah Rp500 juta), usaha perorangan bisa lebih hemat pajak. Tapi kalau penghasilan sudah besar, tarif progresif pribadi bisa lebih tinggi daripada tarif PT. Nah, di sinilah banyak pengusaha salah langkah: tetap pakai nama pribadi padahal omzet sudah miliaran, akhirnya tiap tahun kena tarif 30%–35%. Alias bayar lebih mahal cuma karena gak ganti bentuk usaha!

Masalah ketiga adalah keterbatasan akses dan fleksibilitas bisnis. Banyak lembaga keuangan, investor, bahkan instansi pemerintah, mensyaratkan bentuk PT untuk kerja sama atau pembiayaan. Misalnya, kamu mau ekspor, mau ikut tender, atau mau dapat pendanaan modal kerja — bank akan menolak kalau statusmu masih “perorangan.” Jadi meskipun pajak perorangan awalnya tampak ringan, tapi dalam jangka panjang kamu rugi karena kesempatan ekspansi tertutup. Ini ibarat kamu nyetir mobil bagus tapi gak punya SIM bisnis — cepat, tapi bisa ditilang kapan saja.

Jadi, bukan soal mana yang lebih murah atau lebih bergengsi — tapi mana yang paling cocok dengan skala dan tujuan bisnismu. Sekarang, mari kita bahas bagaimana kamu bisa memilih struktur usaha yang tepat, berdasarkan analisis hukum dan strategi keuangan yang realistis.

Strategi pertama: lihat dari skala usaha dan arus kas. Kalau kamu baru mulai, omzet masih kecil, dan belum punya pegawai tetap, maka usaha perorangan masih cukup efisien. Kamu bisa manfaatkan tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% dari omzet (PP No. 23 Tahun 2018), yang berlaku maksimal 3 tahun. Tapi kalau omzet sudah mendekati Rp4,8 miliar per tahun, segera siapkan diri bikin PT. Kenapa? Karena di atas batas itu, kamu wajib menggunakan metode accrual basis dan laporan keuangan formal. Kalau tetap pakai pribadi, kamu bisa rugi karena gak bisa klaim biaya operasional besar dan gak punya fleksibilitas struktur pajak seperti PT.

Strategi kedua: pertimbangkan efisiensi pajak dan perlindungan aset. PT bisa memisahkan harta pribadi dari harta perusahaan. Jadi kalau bisnismu punya risiko hukum atau finansial, aset pribadi tetap aman. Selain itu, biaya-biaya seperti gaji direktur, bunga pinjaman, atau sewa kantor bisa dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Ini artinya, laba kena pajak bisa ditekan secara legal. Sedangkan kalau kamu usaha perorangan, semua penghasilan dianggap milik pribadi, sehingga beban pajak langsung naik tanpa bisa dikurangi terlalu banyak. PT juga bisa menahan laba untuk ekspansi tanpa langsung kena pajak dividen — ini fasilitas yang gak dimiliki perorangan.

Strategi ketiga: rancang roadmap usaha jangka panjang. Kalau kamu punya rencana untuk tumbuh besar, ambil investor, atau mewariskan bisnis, struktur PT jauh lebih ideal. Kamu bisa membagi saham, mengatur pembagian dividen, dan menyusun perjanjian kepemilikan yang jelas. Tapi kalau tujuanmu sekadar usaha sampingan atau bisnis keluarga kecil, kamu masih bisa bertahan dengan status perorangan selama pengelolaan pajak dan cash flow dijaga. Intinya: jangan tunggu besar dulu baru rapi — justru dari awal rapi, baru bisa besar dengan tenang.

Nah, setelah tahu perbedaan dan strateginya, sekarang saatnya bergerak. Karena percuma tahu teorinya kalau kamu gak mulai menata struktur usaha hari ini. Berikut langkah-langkah praktis yang bisa kamu ambil untuk memastikan kamu gak terjebak dalam struktur pajak yang bikin kantong bocor.

Langkah pertama, evaluasi bentuk usaha kamu sekarang. Coba jawab jujur: omzet kamu sudah berapa, dan seberapa sering kamu kesulitan pisahkan uang pribadi dan bisnis? Kalau omzet sudah di atas Rp500 juta setahun dan pengeluaran makin kompleks, itu sinyal kuat untuk mulai konversi ke PT. Kamu bisa daftarkan lewat OSS Online, buat akta notaris, dan urus NPWP Badan. Biayanya gak sebesar yang kamu bayangkan, apalagi sekarang ada kemudahan pembuatan PT modal minimal Rp1 saja untuk UMK. Jangan tunggu sampai DJP menegur baru berbenah.

Langkah kedua, rancang sistem keuangan yang rapi sejak sekarang. Pisahkan rekening, buat pencatatan harian, dan mulai catat semua biaya operasional. Kalau kamu masih pakai perorangan, manfaatkan tarif final UMKM dulu tapi disiplin catat omzet bulanan agar transisi ke PT nanti lancar. Lalu, konsultasikan dengan konsultan pajak atau financial planner agar kamu tahu kapan waktu terbaik untuk pindah struktur. Ingat: urusan pajak itu bukan musuh, tapi cermin transparansi bisnis kamu sendiri.

Setelah semua langkah dilakukan, kamu akan sadar bahwa memilih bentuk badan usaha bukan sekadar formalitas administratif. Ini soal mindset: apakah kamu mau bisnis kamu jalan asal-asalan, atau tumbuh dengan sistem yang kuat dan legal secara pajak.

Pada akhirnya, memilih antara PT dan usaha perorangan bukan soal gengsi, tapi soal arah pertumbuhan. Kalau kamu ingin usaha bertahan lama, punya kredibilitas tinggi, dan bisa diwariskan dengan aman, struktur PT adalah pondasi terbaik. Tapi kalau kamu masih di tahap awal, manfaatkan fleksibilitas usaha perorangan sambil pelan-pelan menyiapkan sistem profesional. Jangan tunggu sampai kamu rugi baru sadar, bahwa keputusan legal dan pajak hari ini bisa menentukan masa depan finansial bisnismu besok.
Artikel Lainnya yang Mungkin Menarik
Social Media
Alamat
081511111616
akademikeuangan.id@gmail.com
Berita Newsletter
`Berlangganan
-
@2025 Akademi Keuangan Inc.